Kamis, 11 Juni 2015

Hari Ulang Tahun Tan (Part2)


Aku menyusuri jalanan kota, merasakan dinginya angin malam. Tiga puluh menit kemudian aku sampai di luar pagar rumah, membuka pintu gerbang dan memasukkan motor ke dalam garasi. Suasana rumah sudah sepi hanya terlihat kakak laki-lakiku yang masih menonton tv diruang tengah. Dia tidak terlalu banyak menanyakan alasan kenapa aku pulang agak sedikit telat dari biasanya karena pagi sebelum aku berangkat kuliah sudah ijin terlebih dahulu kepada ibu.
Aku naik ke lantai atas, menuju kamar berukuran tiga kali empat yang becat biru muda. Ku buka pintu kamar dan ku rebahkan badan di atas ranjang, kembali mengingat kejadian tadi. Sungguh rasanya aku masih tidak percaya, hubungan antara Lee dan Tan menginjak tahun ketiga namun kenapa Tan masih saja memikirkan massa lalunya, tepat disaat Lee menyiapkan kado ulangtahunya besok.
Tubuhku sudah mulai lelah, aku beranjak dari ranjang membersihkan diri dan kemudian kembali. Tanganku masih gatal, rasanya ingin memencet nomer Lee, menceritakan kejadian di teras perpustakaan tadi, tapi aku masih berfikir-fikir lagi. Beberapa saat kemudian handphone ku bergetar, tidak biasanya ada pesan masuk tengah malam begini. Itu pesan dari Tan “Vee, aku harap kamu tidak akan menceritakan kejadian tadi kepada Lee.”
“Tan, ingatlah hubungan kalian sudah menginjak tahun ketiga, kenapa kau masih juga terbuai oleh masa lalumu?” balasku cepat.
Handphone ku begetar lagi “Vee, aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba rasaku ini muncul kembali. “
“Karena kau masih belum mampu menutup rasamu kepada dia Tan, cobalah untuk benar-benar menjalani hubungan dengan Lee. Kau tahukan usaha yang dia lakukan selama ini untuk mempertahankan hubungan kalian?”
Aku semakin gemas dengan Tan.
“Tapi Vee. Aku tidak bisa membabat habis perasaanku dengan Ken. Dia pacar pertamaku, terlalu banyak waktu yang kami habiskan bersama entah itu untuk belajar atau keluar bareng teman-teman yang lain.”
Aku yakin malam ini Tan tidak bisa tidur tenang memikirkan ini semua. Jam didinding menunjukkan pukul 01.00 wib sudah larut malam, emosiku masih terbakar menanggapi pesan singkat Tan.
“Vee.. enaknya besok kasih surprize Tan jam berapa ya? Kau besok masih ada jadwal mengerjakan tugas lagikan denganya?” Pesan dari Lee.
Tiba-tiba hatiku merasa iba dengan Lee setelah membaca pesan itu. Bagaimana tidak saat dia menyiapkan semua surprize ulangtahun pacarnya, Tan malah masih menggalaukan massa lalunya.
“Iya Lee, besok jam setengah tujuh malam aku janjian dengan Tan di Perpustakaan lagi seperti tadi. Aku bisa bantu apa?”
Malam semakin larut, mataku sudah sulit untuk diajak kompromi aku tertidur.
Tiba-tiba aku mendengar suara berisik dari handphone, bukan telfon tapi alarem ternyata sudah pukul lima pagi. Aku beranjak dari ranjang menggeser tirai sepanjang jendela kamar, embun masih menutupi jendela kamar. Ku lihat kembali handphone ada dua pesan dari Lee dan Tan. Aku masih enggan membaca pesan dari mereka.
Hari itu aku kuliah setelah pukul satu siang, jadi keputuskan pagi ini untuk membereskan kamar dan membantu ibu dirumah. Tiga jam kemudian semua tugas telah ku selesaikan dengan baik. Ku ambil handphone diatas meja belajarku kemudian membuka pesan dari Lee dan Tan.
Pesan pertama dari Tan “ Vee, aku harap kau tidak menceritakan ini semua kepada Lee saat kalian bertemu dikampus nantu.”
Pesan kedua dari Lee “Vee, besok kita rencang rencana, kita ketemu sebelum perkuliahan dimulai.”
Aku membalas pesan satu per satu.
Untuk Lee “Sadarlah Tan, Lee tidak pernah menuntut sesuatu pun dari dirimu. Apa pernah dia bilang jangan pernah ingat massa lalumu itu lagi? Tidak kan? Lee hanya menginginkan kau bersikap biasa saja membatasi hubungan dan perasaan kau dengan massa lalumu. Apa kau belum menyadarinya?”
Pesan ke dua aku kirimkan kepada Lee “Oke lee, kita ketemu jam duabelas tepat di taman kota, nanti setelah dari sana kita langsung ke kampus.”
Aku bingung menghadapi mereka berdua, aku tidak mau berpihak kepada Tan atau Lee. Tapi, jika kejadian malam sebelum aku janjian bertemu dengan Lee di taman kota, rasanya aku bersalah sekali.
Kulihat keluar rumah matahari sudah naik lebih dari sepenggalan. Bayangan tubuh sudah tegak lurus. Aku bergegas berpamitan kepada ibu dan menjalankan motor ke arah taman kota. Ku lihat dari ujung timur parkiran taman sudah ada perempuan cantik memiliki rambut panjang, tubuhnya tinggi semampai, wajahnya oval memakai baju merah maron, ternyata Lee sudah sampai duluan .
Aku melangkahkan kaki menuju arah timur, melewati orang-orang yang sedang duduk dan berlalu lalang disana.
(Bersambung)

Rabu, 10 Juni 2015

Hari Ulang Tahun Tan (Part1)


Matahari terlihat akan terbenam beberapa menit lagi. Burung-burung sudah banyak yang kembali kedalam sangkarnya. Bunga pukul lima sudah kembali bermekaran berwarna kuning dan putih bercak ungu menimbulkan bau wangi yang memanjakan hidung. Udara sudah mulai berubah menjadi dingin tidak sepanan tiga jam yang lalu.
Di sore ini pula aku sedang menemani Lee untuk menyiapkan surprize ulang tahun untuk pacarnya Tan. Sebenarnya sudah dari beberapa waktu yang lalu dia menyiapkan itu semua mulai dari memesan kue ulang tahun, menyiapkan tema untuk ulang tahun dan kue ulang tahun hingga isi kotak kado. Karena esok hari ulang tahunnya Tan ulang tahun jadi senja itu dia memastikan kalau besok semua dapat berjalan sesuai dengan harapan.
 Waktu sudah beranjak meninggalkan senja, karena sudah ada janji dengan Tan aku bergegas meninggalkan Lee kemudian menuju perpustakaan kampus. Kebetulan kami bertiga Lee,Tan dan aku sejurusan dan disemester ini tidak sekelas dengan mereka berdua tapi hanya sekelas dengan Tan. Aku dan Tan kebetulan satu kelompok dalam satu mata kuliah dan beberapa hari setelah tanggal ulang tahunya kami harus mempresentasikan hasil diskusi tentang dampak sosial dari UKM. Tiga puluh menit kemudian aku sudah sampai perpustakaan, aku segera masuk ke dan menuju ruang baca. Setelah lima belas menit aku menelusuri beberapa rak, Tan belum juga terlihat batang hidungnya. Aku masih melanjutkan pencarian buku untuk bahan materi diskusiku denganya.
“Lama sekai Tan sampai sini, padahal empat puluh lima menit lagi berpusatakaan ini akan tutup.” Gumamku dalam hati
Aku sudah menemukan beberapa buku dan duduk sambil membaca halaman demi halaman. Tan masih juga belum terlihat, mungkin dia lupa segera ku ambil handphone dalam saku jaket dan ku kirim pesan singkat
 “Tan kamu dimana? Aku tunggu di ruang baca lantai dua perpus. Segera datang!”
Beberapa saat kemudian handphoneku bergetar, satu peasn diterima dari Tan “Hai Re, aku sudah di teras perpus dari tadi.”
Setelah membaca balasan itu wajahku agak sedikit asam, mulai menarik bibir ke arah kanan. Langsung kurapikan buku yang berserakan disebelah tempatku duduk kemudian membawanya ke petugas perpustakaan untuk diberi tanda bahwa butu tersebut harus aku kembalikan seminggu sejak tanggal yang dicantumkan. Aku kearah loker, mengambil tas yang ku taruh disana. Kemudian segera keluar dari perpus mencari-cari wajah Tan yang berada dideretan bangku-bangku teras. Terlihat seorang laki-laki yang sedang duduk menghadap lepetopnya.
 “Sepertinya itu Tan.” Berharap tidak melihat orang yang salah.
“Heeeey, Tan... Kan kita janjian dilantai atas kenapa kamu malah disini?” Tanyaku ketus.
“Aku sepertinya salah baca pesan, ku kira kita janjian ditempat biasa.” Jawabnya membela diri.
Mataku melirik layar leptopnya, dan seketika itu juga mataku membelalak. Aku benar-benar terkejut saat melihat foto yang sedang Tan pandangi, sepertinya dia memandangi foto itu sejak tadi sebelum aku bergegas meninggalkan ruang baca. Tapi aku berharap tidak selama itu Tan memenadangi foto itu. Foto berwajah manis, ada lesung pipit dipipi dan berbehel. Iya itu yang aku lihat. Rasanya aku ingin mengingatkan Tan saat itu juga.
Tan sepertinya menyadari kalau aku menatap lekat leptopnya. Tipa-tipa Tan menutup leptonya dengan kencang. Braaak..! Terdengar amat keras.
“Kau baik-baik saja Tan?”
Tan menundukkan pandanganya dan menjawab dengan suara datar “Iya,aku tak apa-apa.”
Aku beranjank dari sampingnya mengambil posisi duduk didepannya, ya duduk berhadap-hadapan. Tanganku gatal, rasanya ingin segera mencari nama Lee dalam kontak handphone dan menelfonya tapi itu akan memperkeruh suasana.
“Tolong jangan ceritakan ini ke Lee, aku takut dia sakit hati dengan sikapku.” Kata Tan dengan suara sedikit samar.
Aku melihat wajah Tan, matanya berkaca-kaca pipinya sudah memerah seakan-akan air matanya akan menetes setelah mengedipkan matanya.
Aku hanya terdiam mendengar penjelasan dari Tan, sungguh aku sebagai sahabat Lee tidak terima jika hubungan mereka sebenarnya tidak saling terbuka.
“Tan tapi kenapa kamu masih memandangi foto mantanmu itu?” Tanyaku penasaran.
“Entah kenapa aku merindukan sosoknya akhir-akhir ini Vee. Dia pacar pertamaku kau tahukan?”
“Iya kau sudah penah menceritakan dia waktu itu, tapi ku kira...” Kalimatku terputus.
“Vee, entah kenapa akhir-akhir ini aku selalu mengingat massa-massaku bersamanya dulu. Semua kesalahan yang pernah dia lakukan seakan lenyap dengan mengingat tingkah manjanya. Sungguh itu semua tiba-tiba hadir dipikiranku.”
Aku geram mendengar penjelasan dari Tan, lelaki macam apa yang tidak mampu membatasi hatinya padahal kini sudah memiliki pasangan lagi.
“Tapi apa waktu 3 tahun belum mampu membuatmu sedikit melupakan semua itu Tan?” Tanyaku serius.
Sebenarnya aku juga tidak bisa memungkiri kalau kenangan pahit itu tidak bisa dibabat habis dalam fikiran, mungkin semua kenangan akan tiba-tiba muncul dalam waktu yang tidak dapat diprediksikan. Kenangan itu memang jahat sangat jahat bahkan, bagaimana tidak dia datang dengan seenaknya meninggalkan kesedihan bahkan amarah.
“Tapi sungguh aku tak berniat untuk mengingatnya Vee.”
Angin malam sudah mulai berhembus kencang, mengharuskan aku merapatkan jaket hitam bermotif bunga.
“Ahh.. sudahlah Tan ini sudah terlalu malam untuk kita mendebatkan hal yang akan menguras emosi.”
Aku beranjak dari kursi, membawa buku-buku yang ku pinjam dari perpustakaan meninggalkan Tan sendiri di deretan bangku teras perpustakaan.
(Bersambung...)

Selasa, 09 Juni 2015

Terimakasih


Akhir-akhir ini aku sering sekali membaca cerita kehidupan. Yang biasanya hanya ku dengar dan langsung komentari semau hati sekarang tidak. Hanya bisa membaca dan jika mengompentari pun hanya dalam hati atau bergumam tak didengarkan penceritanya. Aku baru sadar akhir-akhir ini setiap hari menyempatkan beberapa menit untuk sekedar membaca tulisan . Tulisan kehidupan orang lain yang bahkan aku tidak tahu itu siapa. Yang entah ceritanya itu fiktif atau fakta.

Kemudian mendadak mulutku diam melihat interaksi antar hati dan otak. Otakku mulai bertanya, untuk apa melakukan hal seperti ini?Bukankah menghabiskan waktu saja. Tentang hatiku keras, TIDAK! Semua ini sebagai bahan pembelajaran bagi kehidupan. Jika aku hanya mampu tertawa tanpa memikirkan keadaan orang lain diluar sana itu salah. Sepantasnya dalam tawa kita juga berfikir. Berfikir sedang menertawakan apa. Pantas atau tidak? Melukai hati orang lain atau tidak?

Atau ahh.. banyak sekali yang bisa aku pelajari dari setiap cerita kehidupan yang dituliskan mereka. Yang pasti saat aku membaca cerita yang sedih aku bisa belajar mengekspresikan dengan meneteskan air mata. Saat membaca cerita gembira bibirku menyokongkan senyuman. Saat membaca cerita lucu aku tertawa.
Aaah, pintar sekali orang-orang yang memulis itu bisa membuatku seakan-akan menjadi pemeran utama ceritanya.

Mulai nulis ngelantur, ahhh sudahlah disini aku hanya ingin mengucapkan terimakasih .
Terimakasih untuk mata yang tak bosan melihat, mencari cerita-cerita kehidupan dan terimakasih untuk kalian yang sudah membagi cerita nano-nanonya di dunia maya terimakasih banyak. Dari kalian aku sedikit banyak menemukan arti kehidupan.

Sewindu


Malam mulai larut, jam di dinding menunjukkan pukul 23.45 sudah waktunya untuk tidur. Namun aku malah baru saja tebangun dari tidur suasana malam ini sangat sepi. Hanya suara detak jarum jam saja yang terdengar jelas, sedikit membuat imajinasiku bermain-main dengan cerita horor. Untuk mengalihkan fikiran yang sudah mulai tak jelas, ku lihat ambil handpone disamping bantalku ku hidupkan lagu tulus dengan judul sewindu tapi sebelum aku buka play list mp3 ku terlihat di layaryar handphone ada beberapa sms salah satunya dari teman SMP ku dulu.
Dia Rey teman laki-laki sewaktu SMP dulu, yang memiliki tubuh tinggi kecil dan rambutnya agak sedikit ikal.
“Tiba-tiba ingat kamu, semoga kamu baik-baik saja disana. Maaf malam-malam mengirim pesan gak penting gini” kubaca sms dari Ray.
Aku masih terdiam memandangi isi sms itu, bagaimana tidak sudah berbulan-bulan ah bahkan sudah hampir 3 tahun kami tidak saling memberi kabar. Yang biasanya jadi teman ngobrol panjang lebar dari yang penting sampai penting banget, dari serius sampai bercanda penuh tawa.
Kali ini Rey hanya mengirim sms tidak menelfon seperti empat lima tahun yang lalu. Mungkin karena takut mengganggu waktu ku atau entahlah aku juga kurang paham.
Rasanya enggan aku membals sms itu, tapi karena tak ingin memutuskan tali pertemanan dan silaturahim aku membalas singkat smsnya.
“hay, kabar baik. Dasar jailangkung aneh” ku kirim pesan itu.
Mataku menerawang atap kamar, kembali mengingat cerita semasa duduk dibangku SMP dahulu. Key, Jho, Ben, Nen, dan Rey adalah teman akrabku mereka selalu ada di setiap aktivitas harianku dulu.
Ternyata sekarang semua sudah tumbuh menjadi wanita dan pria dewasa, merajut cerita kehidupan dengan penuh harapan kelak jika kami berkumpul lagi semua sudah sukses tanpa saling melupakan.
Ah fikiranku kembali teringat tentang saat itu. Entah sudah tahun keberapa terhitung dari kelas 2 SMP Rey menyimpan perasaan kepadaku. Awalnya aku tak mengira kebersamaan kami menciptakan perasaan berpeda dihati Rey.
Awalnya aku tak mengetahui perasaanya, sungguh sampai dia mengungkapkanya sewaktu kami semua sedang menikmati masa-masa Putuh Abu-abu. Karena kami berenam tidak ada yang masuk SMA yang sama jadilah terasa berbeda. Hanya bisa bertemu tiga atau bahkan satu semester sekali itupun kami mencari-cari waktu yang pas agar semua bisa ikut ngumpul.
Waktu itu tepat dengan hari libur kami berenam menyempatkan diri untuk bertemu di rumah Key yang pasti disana kami saling berbagi cerita setelah lama tak bertemu. Ternya banyak pengalaman dan pelajaran yang dapat dipetik dalam setiap pertemuan kami, bersyukur kami berenam memiliki kesibukan yang hampir sama jadi pasti bakalan nyambung kecuali kalo ngomongin cinta, ya cinta.
Berhubung rumahku yang paling jauh dan berangkat diantar angkutan umum, jadi waktu itu pulangnya diantar Rey. Ah dia lagi, melulu dia yang mengantarku pulang setiap kali kami berenam bertemu. Tapi mau bagaimana lagi, daripada dikira aku menolak tawaran baik teman lebih baik aku iyakan, lagi pula ibu juga sudah percaya kalau aku diantar Rey karena dia memang baik anaknya.
Sewaktu dijalan dia mengajak berhenti di gardu pandang, yang dari sana bisa melihat bangunan kota yang berjajar rapi. Ku kira dia hanya menyampatkan diri untuk berfoto-foto namun tak seperti yang ku duga. Tiba-tiba dia mengeluarkan sekotak kado dan bunga dari dalam rangselnya.
Dengan wajah yang sangat gugup “Selamat ulang tahun Ve, ini kado untuk ulang tahun ke 17 mu”
“Waaah, terimakasih Rey. Memang kamu teman paling hapal tanggal lahirku disaat teman-teman yang lain lupa mengucapkan waktu berkumpul tadi.” Ucapku sambil tersenyum.
“Vee...” Suara Rey berhenti
“Ada apa Rey? Sepertinya ada yang ingin kau sampaikan. Katakan saja.” Kataku sambil menerawang jauh dari sorot matanya.
“Sebenarnya... Ah..  selamat ulang tahun Ve. Maaf tadi gak ngasih ini semua sewaktu dirumah Key.” Wajahnya terlihat sedikit pucat.
“Kau baik-baik saja Rey?” tanyaku sampil menepuk pundaknya.
Dia hanya tersenyum, kemudian mengajakku melanjutkan perjalanan menuju ke rumah.
Dari situ aku mulai merasa aneh dengan sikap Rey.Hampir setiap malam setelah kejadian itu aku sering berfikir apakah Rey menyukaiku? Apakah dia memiliki perasaan denganku?
Hingga suatu hari dia benar-benar berani mengungkapkan perasaanya, perasaan cintanya kepada ku.
Hujan turun gerimis menimbulkan bau basah,bersamaan dengan hujan geriis itu pintu rumahku ada yang mengetuk.
“Tokk..took..took...” suara pintu yang diketuk terdengar sampai dalam kamarku.
Aku segera membukakan pintu untuk orang yang mengetuknya, sedikit terkejut Rey datang tanpa memberi tahuku sebelumnya.
“Rey? Tumben mau main kesini gak ngasih kabar dulu? Mana teman-teman yang lain?”
“Iya, sepertinya mereka sedang sibuk semu jadi aku sendiri yang kesini. Kau tidak sedang sibuk kan Ve?”
“Enggak kok Rey, ayo segera masuk. Ku panggilkan ibu dulu ya”
Selang beberapa menit ibu dan aku menuju ruang tamu, tanganku membawa nampan yang berisi teh hangat dan kue basah buatan ibu.
“Apakabar tante, sehatkan?” tanya Rey sambil menyalami tangan ibu.
“Iya, sehat nak Rey. Silahkan diminum dan dimakan kuenya tante tinggal kedalam dulu ya.” Sahut ibu sambil melangkahkan kaki ke dapur lagi
Setelah kurang lebih satu jam Rey duduk bercerita denganku, dan menghabiskan setengah cangkir teh buatanku wajahnya tiba-tiba pucat.
“Ada apa Rey? Kau sakit?” tanyaku sambil melihat pucat pasi wajahnya.
“Tidak Ve, aku mau bercerita kepadamu tentang suatu hal.”
Aku fikir dia akan menceritakan Jho, Key atau dua teman lain kami tapi ternyata dia menceritakan perasaanya mengungkapkan isi hati yang dipendamnya selama 5 tahun.
Tiba-tiba tubuhku mendadak kaku, seperti kram disekujur tubuh.
“Apa Rey,jadi selama ini kau?” tanyaku sambil menekankan suara.
“Iya Ve, bagaimana dengan mu?”
Aku hanya menjawab “gak bisa Rey kita itu sahabatan, mana mungkin ... ah sudahlah kau ini habis kesambet setan mana?”
Rey terdiam menunduk dengan perasaan yang seperti apa aku pun tah paham.
“Tapi Ve, apakah suatu saat nanti kita bisa....” kalimatnya terputus dan kemudian dia berusaha melihat wajahku.
“Kau ini habis kesambet setan atau habis tejatuh dari motor lalu amnesia?”Jawabku ketus sedikit mengalihkan pembicaraan.
“Apakah aku boleh menunggumu sampai hatimu akan luluh?” Tanyanya serius
“Sudahlah Rey, kita berteman saja.”
Kemudian dia berpamitan dan menghidupkan mesin motornya tanpa berpamitan kepada ibu, sejak saat itu kami tak bertemu lagi.
Dan pesanya malam ini, mengingatkan ku akan cerita beberapa tahun lalu. Ah, Rey kenapa kau datang tepat sewindu perasaan itu kau tujukan padaku.
Malam ini aku tidur diiringi lagu sewindu-nya Tulus. Entah apa yang akan terjadi esok yang pasti aku gak bakalan mutus tali pertemanan gak bakalan nerima kamu lebih dari seorang teman baik, lagipula hati ku ini sudah ada yang memiliki. Maaf Rey, sebaiknya kita menjalin persahabatan seperti dulu lagi saja, gumamku dalam hati.