Malam mulai larut, jam di dinding
menunjukkan pukul 23.45 sudah waktunya untuk tidur. Namun aku malah baru saja
tebangun dari tidur suasana malam ini sangat sepi. Hanya suara detak jarum jam
saja yang terdengar jelas, sedikit membuat imajinasiku bermain-main dengan
cerita horor. Untuk mengalihkan fikiran yang sudah mulai tak jelas, ku lihat ambil
handpone disamping bantalku ku hidupkan lagu tulus dengan judul sewindu tapi
sebelum aku buka play list mp3 ku terlihat di layaryar handphone ada beberapa
sms salah satunya dari teman SMP ku dulu.
Dia Rey teman laki-laki sewaktu SMP dulu, yang
memiliki tubuh tinggi kecil dan rambutnya agak sedikit ikal.
“Tiba-tiba ingat kamu, semoga kamu baik-baik saja
disana. Maaf malam-malam mengirim pesan gak penting gini” kubaca sms dari Ray.
Aku masih terdiam memandangi isi sms
itu, bagaimana tidak sudah berbulan-bulan ah bahkan sudah hampir 3 tahun kami
tidak saling memberi kabar. Yang biasanya jadi teman ngobrol panjang lebar dari
yang penting sampai penting banget, dari serius sampai bercanda penuh tawa.
Kali ini Rey hanya mengirim sms tidak menelfon seperti
empat lima tahun yang lalu. Mungkin karena takut mengganggu waktu ku atau
entahlah aku juga kurang paham.
Rasanya enggan aku membals sms itu, tapi karena tak
ingin memutuskan tali pertemanan dan silaturahim aku membalas singkat smsnya.
“hay, kabar baik. Dasar jailangkung aneh” ku kirim
pesan itu.
Mataku menerawang atap kamar, kembali mengingat cerita
semasa duduk dibangku SMP dahulu. Key, Jho, Ben, Nen, dan Rey adalah teman
akrabku mereka selalu ada di setiap aktivitas harianku dulu.
Ternyata sekarang semua sudah tumbuh menjadi wanita
dan pria dewasa, merajut cerita kehidupan dengan penuh harapan kelak jika kami
berkumpul lagi semua sudah sukses tanpa saling melupakan.
Ah fikiranku kembali teringat tentang saat itu. Entah
sudah tahun keberapa terhitung dari kelas 2 SMP Rey menyimpan perasaan
kepadaku. Awalnya aku tak mengira kebersamaan kami menciptakan perasaan berpeda
dihati Rey.
Awalnya aku tak mengetahui perasaanya,
sungguh sampai dia mengungkapkanya sewaktu kami semua sedang menikmati
masa-masa Putuh Abu-abu. Karena kami berenam tidak ada yang masuk SMA yang sama
jadilah terasa berbeda. Hanya bisa bertemu tiga atau bahkan satu semester
sekali itupun kami mencari-cari waktu yang pas agar semua bisa ikut ngumpul.
Waktu itu tepat dengan hari libur kami
berenam menyempatkan diri untuk bertemu di rumah Key yang pasti disana kami
saling berbagi cerita setelah lama tak bertemu. Ternya banyak pengalaman dan
pelajaran yang dapat dipetik dalam setiap pertemuan kami, bersyukur kami
berenam memiliki kesibukan yang hampir sama jadi pasti bakalan nyambung kecuali
kalo ngomongin cinta, ya cinta.
Berhubung rumahku yang paling jauh dan
berangkat diantar angkutan umum, jadi waktu itu pulangnya diantar Rey. Ah dia
lagi, melulu dia yang mengantarku pulang setiap kali kami berenam bertemu. Tapi
mau bagaimana lagi, daripada dikira aku menolak tawaran baik teman lebih baik
aku iyakan, lagi pula ibu juga sudah percaya kalau aku diantar Rey karena dia
memang baik anaknya.
Sewaktu dijalan dia mengajak berhenti di gardu
pandang, yang dari sana bisa melihat bangunan kota yang berjajar rapi. Ku kira
dia hanya menyampatkan diri untuk berfoto-foto namun tak seperti yang ku duga.
Tiba-tiba dia mengeluarkan sekotak kado dan bunga dari dalam rangselnya.
Dengan wajah yang sangat gugup “Selamat ulang tahun
Ve, ini kado untuk ulang tahun ke 17 mu”
“Waaah, terimakasih Rey. Memang kamu teman paling
hapal tanggal lahirku disaat teman-teman yang lain lupa mengucapkan waktu
berkumpul tadi.” Ucapku sambil tersenyum.
“Vee...” Suara Rey berhenti
“Ada apa Rey? Sepertinya ada yang ingin kau sampaikan.
Katakan saja.” Kataku sambil menerawang jauh dari sorot matanya.
“Sebenarnya... Ah..
selamat ulang tahun Ve. Maaf tadi gak ngasih ini semua sewaktu dirumah
Key.” Wajahnya terlihat sedikit pucat.
“Kau baik-baik saja Rey?” tanyaku sampil menepuk
pundaknya.
Dia hanya tersenyum, kemudian mengajakku melanjutkan
perjalanan menuju ke rumah.
Dari situ aku mulai merasa aneh dengan sikap
Rey.Hampir setiap malam setelah kejadian itu aku sering berfikir apakah Rey
menyukaiku? Apakah dia memiliki perasaan denganku?
Hingga suatu hari dia benar-benar berani mengungkapkan
perasaanya, perasaan cintanya kepada ku.
Hujan turun gerimis menimbulkan bau basah,bersamaan
dengan hujan geriis itu pintu rumahku ada yang mengetuk.
“Tokk..took..took...” suara pintu yang diketuk
terdengar sampai dalam kamarku.
Aku segera membukakan pintu untuk orang yang
mengetuknya, sedikit terkejut Rey datang tanpa memberi tahuku sebelumnya.
“Rey? Tumben mau main kesini gak ngasih kabar dulu?
Mana teman-teman yang lain?”
“Iya, sepertinya mereka sedang sibuk semu jadi aku
sendiri yang kesini. Kau tidak sedang sibuk kan Ve?”
“Enggak kok Rey, ayo segera masuk. Ku panggilkan ibu
dulu ya”
Selang beberapa menit ibu dan aku menuju ruang tamu,
tanganku membawa nampan yang berisi teh hangat dan kue basah buatan ibu.
“Apakabar tante, sehatkan?” tanya Rey sambil menyalami
tangan ibu.
“Iya, sehat nak Rey. Silahkan diminum dan dimakan
kuenya tante tinggal kedalam dulu ya.” Sahut ibu sambil melangkahkan kaki ke
dapur lagi
Setelah kurang lebih satu jam Rey duduk bercerita
denganku, dan menghabiskan setengah cangkir teh buatanku wajahnya tiba-tiba
pucat.
“Ada apa Rey? Kau sakit?” tanyaku sambil melihat pucat
pasi wajahnya.
“Tidak Ve, aku mau bercerita kepadamu tentang suatu
hal.”
Aku fikir dia akan menceritakan Jho, Key atau dua
teman lain kami tapi ternyata dia menceritakan perasaanya mengungkapkan isi
hati yang dipendamnya selama 5 tahun.
Tiba-tiba tubuhku mendadak kaku, seperti kram
disekujur tubuh.
“Apa Rey,jadi selama ini kau?” tanyaku sambil
menekankan suara.
“Iya Ve, bagaimana dengan mu?”
Aku hanya menjawab “gak bisa Rey kita itu sahabatan,
mana mungkin ... ah sudahlah kau ini habis kesambet setan mana?”
Rey terdiam menunduk dengan perasaan yang seperti apa
aku pun tah paham.
“Tapi Ve, apakah suatu saat nanti kita bisa....”
kalimatnya terputus dan kemudian dia berusaha melihat wajahku.
“Kau ini habis kesambet setan atau habis tejatuh dari
motor lalu amnesia?”Jawabku ketus sedikit mengalihkan pembicaraan.
“Apakah aku boleh menunggumu sampai hatimu akan
luluh?” Tanyanya serius
“Sudahlah Rey, kita berteman saja.”
Kemudian dia berpamitan dan menghidupkan mesin
motornya tanpa berpamitan kepada ibu, sejak saat itu kami tak bertemu lagi.
Dan pesanya malam ini, mengingatkan ku akan cerita
beberapa tahun lalu. Ah, Rey kenapa kau datang tepat sewindu perasaan itu kau
tujukan padaku.
Malam ini aku tidur diiringi lagu sewindu-nya Tulus.
Entah apa yang akan terjadi esok yang pasti aku gak bakalan mutus tali
pertemanan gak bakalan nerima kamu lebih dari seorang teman baik, lagipula hati
ku ini sudah ada yang memiliki. Maaf Rey, sebaiknya kita menjalin persahabatan
seperti dulu lagi saja, gumamku dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar